Selasa, 27 Desember 2011

tanpa judul......

terkujur kaku dia di tengah malam
bersiap untuk di telan oleh dunia.....

apakah ia takut menghadapinya ???
tidak !!! ia malah senang merasakan itu semua
merasakan bahwa ia mati....

tertawa ia di dalam hati,
tersenyum ia di dalam dirinya....
wajahnya penuh kebahagiaan
dan ia terlepas dari kehidupan yang penuh dengan kemunafikkan

seperti seorang anak kecil yang mendapat mainan baru
terasa ia lupa dengan kehidupannya yang lampau
dan akhirnya ia lenyap di dalam tanah yang memakannya

Minggu, 25 Desember 2011

kenikmatan

tutup kembali matamu....
dan rasakan panasnya api yang menyala...
begitu nikmatnya....

lalu rasakan kembali tusukan jarum ini.....
aaarrrggghhh....!!!!
sangat nikmat sekali......

lalu buka matamu
maka kau akan melihat kenikmatan dari sebuah penderitaan
yang sesungguhnya.....
kau akan terus menderita, namun kau akan menyukainya

nikmat.......nikmat.......dan nikmat......
karena itulah aku terus ada di dunia ini

mati....!!!!!!

beku sendiri.......
tak bisa merasakan panasnya matahari pagi.........
apalagi merasakan mata ini terbuka........

tertutup..........
ya semua yang ada tertutup........
tetutup oleh hati yang menderita..........

dulu aku mengatakan cinta adalah keindahan......
namun kini ku tak bisa merasakan cinta......
semuanya sirna di telan bumi,
sedangkan aku membeku sendirian tanpa ada yang menemani......

tak ada keindahan di dalam hidupku......
semuanya telah mati.....
mati bersama cintaku........

tak ada yang mau menemaniku.........
tak ada yang mau menderita seperti ku.......

manusia adalah kemunafikan.......
dan kemunafikan kan selalu ada bersama manusia yang terus hidup........

sendiri lagi.........
sudah tak perlu aku menjaganya.........
apalagi melindunginya.......

tanganku tak bisa bergerak..........
mulutku tak bisa berbicara........
dan hati ini telah mati untuk merasakan indahnya cinta.....

lukisan kehidupan

berdiri sendiri di pinggir pantai, merasakan ciuman sang angin.......

merasakan tamparan debur ombak,

dan mengatakan indahnya dunia



kupejamkan mata, dan kulihat dunia ini semakin indah

tak kurasakan kesendirian, walaupun sebenarnya sendiri

tak kurasakan kesepian, walaupun sebenarnya sepi



kupandang lautan luas, dan ku berteriak' "AKU SENDIRI,DAN AKU SUKA ITU"

lalu bumi menjawab dengan sapaan langit yang biru

tak terdengar apa yang alam katakan, namun aku tahu apa yang ia maksud



malam telah tiba dan aku trus berdiri menatapi laut yang menjadi gelap

tak terasa separuh hidupku telah trlewati.....

dan aku tetap sendiri, dalam hati aku bertanya,"apa kau menyesal hidup sendiri.....???"

dan aku menjawab,"mungkin iya,tapi mungkin tidak"



dan ketika malam itu datanglah sebuah bintang, dan aku mencintainya

kini ku tak sendiri, namun bintang itu terlalu jauh untuk kugapai, dan akhirnya hanya menjadi sebuah harapan semu

harapan yang sampai kapanpun tak akan terwujud....



kesendirian itu timbul lagi, dan hingga akhirnya aku menutup mata

aku berharap aku tak sendiri lagi.......

manusia terpinggirkan

gelap terus menemaninya.....

walaupun terang datang, ia hanya melewatinya



tak ada yang mau mendekatinya

iya.......tak satupun ada

ia bagaikan sebutir debu

tak berharga apa-apa di mata orang

ia seperti bayangan

ada namun tak pernah dianggap.....



namun ia tetap hidup.......

dan salahkah ketika ia membenci hidupnya.....????

ketika tak ada orang yang memperhatikannya...???



waktu terus berlalu, tapi ia terus dipinggirkan

mungkin tak ada orang yang mencintainya

cinta bagi dirinya adalah sebuah omong kosong

cinta adalah kemunafikkan



di dalam hatinya ia selalu berkata "PERSETAN DENGAN CINTA"

setiap hari ia tertawa, namun ia selalu membawa sakit hati bagi hidup ini

sakit karena ia terlalu kecewa dengan dunia ini

dunia yang bagi kebanyakan orang adalah kenyataan

padahal mereka tidak tahu apa itu kenyataan



dunia ini adalah kebodohan.....



salahkah ketika ia menjadi manusia terpinggirkan ?????

kebencian dan kesakitan

sang cahaya kembali meredup

dan hatinya kembali menjadi gelap......

sudah lama ia hidup, namun kegelapan tetap saja menyelimutinya



ketika ia mulai menyalakan hatinya, yang ada malah sesuatu mematikannya

namun ketika ia tetap menggelapkannya, yang lain malah tertawa puas



salahkah apabila ia membencinya.....???



tak kuasa ia menghadapi apa yang ia alami

semua perbuatannya hanya dianggap angin lalu

semua keinginanya dianggap sebuah mimpi......



"tak teranggap" mungkin itu kata yang tepat untuk dirinya



ia adalah manusia "haram"......yang sebenarnya tak boleh hidup

namun kenapa ia hidup ???

apakah untuk merasakan sakit hatinya ???



HAHAHAHAHAHA...........

ia tertawa lepas, melepas semua kesendirian.....

ia tertawa.......dan ia akan siap membalas semua perbuatan manusia terhadap dirinya

tak peduli

tak peduli apa yang orang katakan



tak peduli apa yang orang nilai



tak peduli akan apa yang akan terjadi



tak peduli terhadap apa yang diriku sendiri rasakan



tak peduli.....



tak peduli......



dan tak peduli......



dan akhirnya ketidakpedulian mempercepat tujuanku terhadap akhir dari waktuku

i hate my dream

mimpi itu datang lagi, aku tak tahu apakah itu indah atau tidak

yang aku tahu adalah aku membencinya, membenci mimpi itu



pikiran ini terkadang memenjarakanku, terkadang membuatku tak bisa bergerak bahkan berbohong

tak bisa aku memakai topeng ketika aku berada di alam bawah sadarku

dan akhirnya semua terungkap,

yang mungkin semua orang tidak tahu, bahkan aku sendiri pun tidak tahu



aku benci itu.....

aku benci semuanya.....



kedatangannya hanya menanamkan kebencian

kedatangannya hanya menimbulkan amarah....

dan akhirnya aku hanya duduk terdiam tak peduli



dan melarikan diri, agar tak terjadi kesusahan terhadap dirinya

lelah kuhadapi,



dan aku menikmati kesepian ini

hyper reality / realitas super

Hyper reality adalah keadaan dimana seseorang menganggap obyek yang semu itu sebagai sesuatu yang lebih “nyata” dibandingkan obyek yang nyata lainnya. Maksudnya adalah hyper reality itu keadaan manusia yang menganggap obyek yang merupakan “imajinasi” orang tersebut adalah sesuatu yang lebih nyata, dibandingkan sesuatu yang dianggap orang lebih nyata. Hyperreality adalah signifikan sebagai paradigma untuk menjelaskan kondisi budaya saat ini, yaitu kondisi budaya konsumerisme (Baudrillard, 1970: 47), masyarakat yang menjalankan logika sosial konsumsi, dimana kegunaan dan pelayanan bukanlah motif terakhir tindakan konsumsi. Melainkan lebih kepada produksi dan manipulasi penanda-penanda sosial.
Dibukunya The Simbolic Exchange and Death, Jean Baudrillard menggunakan konsep Lacan tentang simbolik, imajiner, dan nyata untuk mengembangkan konsep ini saat menyerang ortodoksi Kiri politik, dimulai dengan realitas diasumsikan kekuasaan, produksi, keinginan, masyarakat, dan legitimasi politik. Baudrillard berpendapat bahwa semua realitas telah menjadi simulasi, yaitu, tanda-tanda tanpa rujukan apapun, karena yang nyata dan imajiner telah diserap ke dalam simbolik (Lechte, 1994: 234). Simulasi adalah penciptaan kenyataan yang tidak bias dilihat kebenarannya di dalam kenyataan (Baudrillard, 1983: 32). Hal seperti seni, dan kebutuhan manusia lain ditayangkan kepada media melalui model-model yang ideal, hal inilah yang membuat masyarakat menjadi kaum konsumerisme, dan tidak bisa membedakan dimana yang nyata dan mana yang tidak nyata. Dalam era simulasi ini, realitas tak lagi memiliki eksistensi.
Era simulasi berawal dari proses penghancuran segala acuan referensi dan bahkan lebih buruk lagi. Era simulasi tidak lagi berkaitan dengan persoalan imitasi, reduplikasi atau bahkan parodi. Era simulasi lebih tertarik mempersoalkan proses penggantian tanda-tanda real, bagi realitas itu sendiri, yakni suatu proses untuk menghalangi setiap proses real dengan mekanisme operasi ganda, sebuah konsep metastabil, terprogram, sebagai sebuah mesin penggambaran yang sempurna yang menyediakan semua tanda real dan serangkaian kemungkinan perubahannya (Baudrillard, 1983: 4). Hyperrealitas dengan demikian berbeda sama sekali dari yang real maupun yang imajiner, yakni suatu tempat bagi pengulangan secara kontinyu model-model dan perbedaan. Dalam dunia simulasi seperti ini, prinsip-prinsip representasi modernisme menjadi tidak lagi relevan. Pembedaan antara objek dan subjek, real dan semu, penanda dan petanda, dalam paradigma modernisme tidak bisa lagi dilakukan. Manusia kini hidup dalam ruang imajinasi yang nyata sebuah fiksi yang faktual. Realitas-realitas simulasi menjadi ruang kehidupan baru dimana manusia menemukan dan mengaktualisasikan eksistensi dirinya. Lewat televisi, misalnya, dunia simulasi tampil secara sempurna. Inilah ruang yang tak lagi peduli dengan kategori-kategori nyata, semu, benar, salah, referensi, representasi, fakta, citra, produksi, reproduksi semuanya lebur menjadi satu dalam silang sengkarut tanda. Dengan televisi realitas tidak hanya diproduksi, disebarluaskan atau direproduksi, bahkan juga dimanipulasi. Dalam realitas simulasi seperti ini, manusia tak lebih sebagai sekumpulan massa mayoritas yang diam, yang menerima segala apa yang diberikan padanya.
Bisa dikatakan bahwa kehidupan manusia yang konsumerisme sendiri itulah yang membuat hyper reality terus menerus menguasai manusia saat ini. Kita tidak bisa mengelak bahwa manusia lebih menyukai hal-hal yang sudah ada, walaupun itu sebenarnya tidak nyata. Kebudayaan memproduksi di dalam hidup manusia semakin lama semakin sempit, sehingga kaum-kaum kapitalis semakin menjadi untuk memberikan hal-hal yang semu bagi manusia lainnya. Jadi kebudayaan manusia saat ini adalah sesuatu yang membodohkan, maksudnya adalah keinginan manusia untuk lepas dari imajinasinya sudah sangat jarang. Televisi sebagai sesuatu yang bisa dikatakan sebagai “tuhan”nya manusia saat ini sudah membuat manusia terhipnotis ke dalam dunia imajinasinya sendiri-sendiri.

menuju manusia super (Nietzche)

Manusia menurut Nietzsche tidak akan pernah terlepas dari apa yang dinamakan Tuhan, dari sebab itu menurut Nietzsche manusia tidak akan pernah bebas untuk melakukan sesuatu. “Tuhan telah mati”, Nietzsche berpikir seperti ini untuk mengkritik mereka yang akan meminta bantuan Tuhan ketika ia idak bisa melakukan apa-apa. Dan menurut dia manusia seperti itu adalah adalah manusia yang berada di kasta terendah, karena ia terus meminta padahal ia bisa melakukan sesuatu. Menurut Nietzsche manusia harus terus-menerus mencipta, karena Tuhan telah mati, sehingga sesuatu yang dinamakan dosa terhapuskan.
Menurut Nietzsche manusia adalah jembatan belaka antara hewan dan manusia super. Maksudnya adalah kemanapun manusia menoleh, akan ada jurang yang bisa membuatnya jatuh. Manusia harus bisa menghadapi bahaya dan ketakutan itu, agar manusia bisa disebut manusia super. Manusia itu tidak hanya sekadar mau hidup, tapi manusia itu harus mempunyai keinginan untuk berkuasa, dan ingin berkuasa lagi. Maka dari itu Nitzsche menganggap keberanian adalah kebajikan yang tunggal. Hidup menurut Nietzsche itu harus ada tantangan-tantangan yang terus menerus, sebagai seleksi alam untuk menentukan siapa yang lebih kuat. Setiap manusia harus berani menghadapi hidup. Walaupun pada akhirnya setiap manusia pasti menghadapi kematian atau maut, manusia harus berani menghadapi itu semua.
Namun pada akhirnya Nietzsche berkesimpulan bahwa manusia tidak akan mampu melewati batas kemampuannya sendiri, maka ia berpendapa “kenalilah dirimu sendiri” (“Gnothi Seauton”). Nietzsche beranggapan bahwa setiap manusia mempunyai tempatnya sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuannya. Maka dari itu ia membenci orang-orang yang berpura-pura berani, karena menurut dia orang seperti itu adalah orang yang menipu dirinya sendiri. Ia sebenarnya mengakui bahwa sulit untuk mengenali kemampuan sendiri. Karena itu juga Nietzsche menganggap bahwa manusia itu seperti “hewan yang tak pasti”, karena ia sering sekali menginginkan sesuatu yang melampaui kemampuannya sendiri.
Jadi, menurut Nietzsche setiap manusia harus bisa menghadapi rasa takutnya di dalam hidupnya. Ia berpendapat bahwa orang yang mengharapkan pertolongan adalah orang yang lemah. Dan untuk menjadi “manusia super” setiap manusia harus bisa melewati bahaya di dalam kehidupan, dan juga “mencipta” sesuatu secara bebas tanpa terbelenggu apapun. Setiap manusia harus bisa membentuk dirinya sendiri untuk menuju kemantapan.

fenomenologi eksistensialis (heidegger)

Pemikiran Heidegger tentang eksistensialisme sangat dipengaruhi oleh fenomenologi yang dikembangkan oleh gurunya, yaitu Edmund Husserl. Di dalam fenomenologi Husserl menekankan pada aspek “mind” di dalam diri subjek untuk menyingkap kebenaran terhadap objek, sedangkan pada fenomenologi Heidegger diperlukan kemauan dari objek agar subjek bisa menangkap kebenaran di dalam objek tersebut. Jadi bisa dikatakan bahwa fenomenologi Heidegger itu memerlukan relasi intensional antara subjek dan objek.
Eksistensialis Heidegger itu berisi kritik atas “ada” menurut Aristotelian dan Kantian. Ia juga mengkritik dualisme ala Descartes, menurut Heidegger kenyataan subjek itu harus terlibat dengan dunia, lalu subjek harus tersibak di dalam kegiatannya di dunia (fenomena). Di dalam pemikirannya ia membedakan “ada” itu menjadi 2, yaitu : Being, dan Dasein. Being adalah sesuatu itu ada, namun ada itu tidak bisa mempertanyakan being yang lain. sedangkan dasein adalah sesuatu itu ada, unik, dan bisa mempertanyakan dan memahami diri sendiri. Menurut Heidegger itulah dasar dari ontologi. Maka dari itu Dasein menurut Heidegger harus bereksistensi, maksudnya Dasein itu harus menyadari bahwa ia berkaitan dengan dunia. Keterkaitan itu disebut oleh Heidegger sebagai “Dealings/Keterlibatan”.
Heidegger menjelaskan ada otentisitas antara Das Man dengan Dasein. Das Man adalah keadaan dimana seseorang merasa nyaman/ketergantungan di dalam suatu kelompok. Menurut Heidegger individu di dalam itu tidak akan bisa mengaktualisasikan dirinya sendiri ketika ia berpisah dari kelompok, karena ia hanya berada di dalam bayang-bayang kelompok tersebut. Menurut Heidegger ada 3 otentisitas dari Dasein, yaitu : Existence (menyadari bahwa individu mempunyai “possibility), Facticity (keterlemparan di dalam dunia yang “asing”), Falleness (manusia harus terjatuh atau mengalami regresi). Menurut Heidegger hal itulah yang membuat Dasein bisa bereksistensi, maksudnya adalah dikarenakan oleh 3 otentisistas Dasein tersebut, maka terjadi sebuah ketakutan, keterasingan, dan ketidaktahuan manusia akan apa yang akan terjadi. Sehingga setiap manusia berusaha untuk bereksistensi selama manusia masih hidup.
Jadi, Heidegger berusaha menjelaskan keberadaan (eksistensi) manusia dengan cara fenomenologi. Di dalam kehidupan kita tidak bisa melupakan Being atau Dasein yang lain, karena menurut Heidegger ada keterkaitan antara satu individu dengan dunia yang ditempatinya. Namun itu bisa tercapai apabila obyek juga membuka diri terhadap subyek, sehingga subyek bisa mengetahui.

relasi dan harapan (Gabriel Marcel)

Gabriel Marcella dalah seorang Perancis yang dibesarkan dengan cara agnostic oleh ayah dan bibinya. Karena itulah ia menjadi seorang atheist, namun pada akhirnya ia bertobat lalu ia menjadi seorang Katolik. Buku-buku tulisan Marcell yang terkenal adalah Mystery and Being, Creative Fidelity, Homo Viator, dan Being and Having. Menurut Marcell, cinta itu bisa merangkum kehidupan manusia.
Pemikiran yang terkenal dari seorang Marcell adalah tentang Being (melihat secara menyeluruh), dan Having (melihat secara obyektif). Menurut Marcell semua itu adalah “ketubuhan”, maksudnya adalah semua itu berasimilasi, namun juga bereksistensi. Lalu Marcell juga menjelaskan tentang Problem (kondisi dimana kita menangkap dunia, namun memilah-milah dunia tersebut/berasal dari luar diri) dan Mystery (keterlibatan diri terhadap “dirinya”, dan melebur menjadi satu/berasal dari dalam diri).
Menurut Marcell, manusia itu berhak dihargai, namun wajib juga untuk menghargai. Manusia itu harus dikenal secara menyeluruh. Marcel menyatakan bahwa manusia harus bisa memandang relasi. Dan relasi itu harus menyeluruh dan “setia”.Penjamin kesetiaan itu adalah “hope” yang ada di dalam diri manusia. Namun apabila orang yang menjadi relasi kita telah tiada, apakah relasi kita terputus ??? Menurut Marcell, cinta itu tidak terbatas ruang dan waktu. Relasi kita dengan orang yang sudah tiada belum terputus apabila kita menganggapnya sebagai sesuatu yang ada di dalam diri kita (cinta), buktinya kita masih bisa mengingat dirinya dengan baik. Sebenarnya kita tidak kehilangan orang yang kita cintai, melainkan hanya kehilangan sesuatu yang kita punyai, yaitu dirinya (fisik). Menurut Marcell, keinginan dan “hope itu berbeda, keinginan itu hanya berlandaskan egosentris semata, namun “hope” itu bisa member kepastian tentang keabadian orang terciinta yang telah meninggal.

relasi Martin Buber

Martin Buber dikenal masyarakat sebagai seorang Yahudi, dan orang yang mengikuti organisasi Zion. Ia cukup aktif di organisasi tersebut, ia mengedit tulisan Zionisme yaitu Die Wielt. Namun ia akhirnya keluar dari organisasi tersebut dikarenakan Zionisme dan Yahudi tidak membangun manusia secara rohani, tapi sudah menjadi organisasi politik. Itulah yang membuat Buber kecewa terhadap Zionisme dan Yahudi.
Pemikiran yang terkenal dari Martin Buber aadalah tentang dialog/relasi. Menurut Buber dasar setiap manusia adalah berelasi. Namun ia membedakan relasi itu menjadi dua, yaitu I – It dan I – Thou. I – It adalah ketika manusia berelasi baik dengan alam ataupun manusia, namun ia berelasi secara tidak menyeluruh. Maksudnya manusia berelasi dengan yang lain sebagai objek. Contohnya adalah relasi kita dengan pohon, kita masih bisa menjelaskan kenapa kita menyukai/berelasi pohon itu, mungkin kita menyukai karena pohon itu rindang, daunnya berwarna hijau, bisa menghasilkan buah, dll.
Ini berbeda dengan I – Thou, I – Thou itu sebuah relasi yang menyeluruh, maksudnya adalah manusia berelasi dengan yang lain sebagai subjek, dan hal itu sulit untuk menjelaskan kenapa kita bisa berelasi karena kita berelasi secara menyeluruh, dan bisa dibilang semua itu berasal dari grace. Sebagai contoh lagi adalah bagaimana kita berelasi dengan pohon secara I – Thou, kita menyukai/berelasi pohon bukan karena kita menyukai pohon karena sesuatu, tapi menyukai pohon sebagai pohon yang menyeluruh yang membuat kita tidak tahu kenapa kita menyukai pohon tersebut. Memang sulit untuk menjelaskan relasi I – Thou karena itu hal yang membuat hasrat manusia berelasi kepada benda lain tanpa melihat benda itu apa.
Apabila kita melihat I –It dan I – Thou, kita merasakan bahwa semua itu bertolak belakang. Dan menurut Buber mungkin saja I – It itu berubah menjadi I – Thou, dan berubah lagi menjadi I – It, dst. Jadi keadaan I –It dan I –Thou itu adalah keadaan saat ini, bukan masa lalu, ataupun yang akan datang. Sebenarnya menurut Buber relasi I – Thou mencapai puncaknya ketika manusia berelasi dengan Tuhan. Karena menurut Buber relasi I – Thou dengan Tuhan tidak akan berubah menjadi I –It karena itu abadi. Jadi menurut Buber dialog atau relasi itu sangat penting, dan tidak ada manusia yang tidak melakukan relasi baik itu I – It ataupun I – Thou.

Alam Semesta dan Ke-Tuhan-an (Al-Ghazali dan Ibn Rusyd)

1. Al-Ghazali
Sebagai seorang yang terpengaruh oleh ajaran Plato, ia menolak bahwa alam ini kekal, dan ia juga menolak tentang emanasi (pencahayaan keluar). Al-Ghazali benar-benar tidak percaya bahwa penciptaan itu berasal dari “ketiadaan” menuju “ada” (creation ex nihilo).
Kritik Al-Ghazali terhadap filsafat hanya sebatas mempergunakan akal semata-mata, dank arena itu jugalah Al-Ghazali mengkhawatirkan pemikiran Al-Farabi dan Ibn Sina akan merusak keimanan umat Islam. Menurut Al-Ghazali Tuhan itu transeden, namun kemauan (iradat) Tuhan adalah immanent dan merupakan sebab hakiki dari segala kejadian.

2. Ibn Rusyd
Ibn Rusyd adalah orang yang terpengaruh oleh Aristoteles, dan ia menganggap bahwa Tuhan sebenarnya tidak tahu apa yang yang menjadi perincian juziyat. Aristoteles menggambarkan Tuhan sebagai kehidupan yang abadi, sempurna dari segala jurusan dan sudah puas dengan kesempurnaan zatNya sendiri.
Pemikiran selanjutnya tentang alam semesta menurut Ibn Rusyd adalah alam itu tanpa permulaan. Jadi menurutnya ada 2 yang azali yaitu Tuhan dan alam. Namun ke-azali-an Tuhan lebih utama dibandingkan dengan ke-azali-an alam. Dengan kata lain Tuhan memancarkan sinar (emanasi) kepada alam dan akan terus begitu.

3. Penutup
Menurut saya sebenarnya kedua pemikir tersebut mempunyai nilai kebenaran. Permasalahan seperti ini adalah permasalahan klasik. Al-Ghazali sebagai pengikut Plato berpendapat alam ini tidak kekal, dan alam hanya sebuah bayangan saja (sama seperti pemikiran Plato). Sedangkan Ibn Rusyd berpendapat bahwa ala mini kekal, dan tidak terdapat permulaan (condong ke Aristoteles).
Memang sulit untuk membahas alam dan Tuhan, karena menurut saya sampai kapanpun manusia ia tidak akan sampai pada pemikiran Tuhan dan penciptaan alam itu sendiri, walaupun sudah banyak teori tentang Tuhan dan alam.
Apabila saya harus memilih saya lebih setuju kepada siapa, saya tidak akan memilih keduanya, karena menurut saya Tuhan itu ada yang tiada, namun ia tiada yang ada. jadi maksudnya Tuhan itu ada selama kita ada sebagai orang yang mengimani-Nya, dan tidak ada, karena kita tidak bisa melihatnya, namun bisa merasakannya.