Ketika
kita menonton sebuah pertandingan pasti ada tim yang kalah, ataupun menang tapi
ada juga yang akhirnya seri. Begitu juga dengan sepakbola. Sepakbola sebagai
salah satu olahraga yang paling banyak diminati oleh manusia di seluruh dunia
menjadi tayangan yang paling ditunggu oleh seluruh manusia. Apalagi jika sebuah
tim kesayangan yang sedang bermain, pasti pertandingan itu akan ditunggu
walaupun itu bertanding hingga dini hari.
Namun
sayang, pertandingan sepakbola saat ini sudah tidak terlalu menghibur seperti
pertandingan sepakbola sewaktu zaman Franz Beuckenbauer, Pele, Ruud Gullyt,
Zico Maradona, Zidane, Ronaldinho, dll. Pertandingan sepakbola saat ini sudah
mulai melupakan sebuah keindahan dan seni dari terciptanya sebuah gol atau
kemenangan di dalam sepakbola. Pasti kita ingat bagaimana Rene Huguaita,
seorang penjaga gawang kolombia menyelamatkan gawang dengan cara melompat dan
membentuk tubuh seperti kalajengking, atau bagaimana Maradona melewati 7 orang
pemain Inggris dan membuat gol atau gol “tangan tuhan” yang dibuat juga oleh
Maradona. Dan masih banyak lagi kejadian-kejadian yang bisa dikatakan bahwa
sepakbola bukan hanya sebagai olahraga semata, tetapi sebagai sebuah keindahan.
Sepakbola
saat ini sudah menjadi lahan bisnis yang membuat sebuah tim diharuskan untuk
menang dengan cara apapun. Apalagi dengan adanya judi bola yang membuat hasil
sebuah pertandingan seperti sudah diatur oleh sebuah kelompok. Seperti isu
final Piala AFF antara Malaysia vs Indonesia yang digosipkan bahwa ada pemain
timnas yang dibayar agar Indonesia kalah saat itu, walaupun kebenarannya sampai
saat ini masih dipertanyakan atau memang ditutup-tutupi. Permasalahan-permasalahan
seperti itulah yang akhirnya membuat sang pelatih mau tidak mau membuat
strategi pragmatism atau lebih mengedepankan hasil, tidak seperti apa yang
dilakukan Belanda dulu dengan total footballnya,
Brazil dengan sepakbola Samba,
ataupun Inggris dengan Kick n Rushnya.
Sepertinya hal-hal itu mulai dilupakan sedikit demi sedikit.
Sepakbola
bisnis sudah membuat zaman baru di dalam sepakbola saat ini yaitu era sepakbola
hasil atau lebih tepatnya sepakbola yang mengedepankan hasil dari sebuah
pertandingan walaupun itu menang tipis. Seorang pemilik tim seperti Roman
Abramovich tidak akan segan-segan memecat pelatihnya apabila Chelsea kalah
tanpa melihat apa yang sedang sang pelatih itu bangun dan buktinya Chelsea
menjadi tim setengah-setengah, yaitu setengah bagus tapi juga setengah jelek. Bahkan
seorang Sir Alex Ferguson pun saat ini lebih suka bermain bertahan dan
melakukan serangan balik daripada membangun serangan seperti yang ia lakukan
ketika MU mendapatkan treble winner. Memang
itu adalah sebuah strategi, tapi bukankah lebih bagus sebagai tim yang “besar”
MU membangun sepakbola indah seperti dulu. Dan akhirnya yang semakin merusak
sepakbola saat ini adalah sepakbola dan uang sudah menjadi satu. Tanpa mempunyai
uang sebuah tim tidak akan mendapatkan gelar, dan tanpa gelar juga sebuah tim
tidak akan mendapatkan uang.
Sebuah
kebudayaan kapitalisme mulai masuk ke dalam sebuah olahraga, yaitu sepakbola. Dan
itu memang terbukti terjadi sampai saat ini, sehingga sebuah sportivitas atau
fair play menjadi sebuah omong kosong belaka, buktinya banyak terjadi diving
yang sering dilakukan para pemain agar mendapat keuntungan di dalam sebuah
pertandingan. Apakah mungkin hal ini akan berubah di tahun-tahun yang akan mendatang
? mari kita lihat nanti, apakah era sepakbola masih menjadi era sepakbola “hasil”,
atau menjadi era sepakbola “keindahan” ? tidak ada yang tahu, selain kebudayaan
manusia saat itu.